Skip to main content
Artikel

Era Digital dan Ancaman Narkoba di Tengah Pandemi

Dibaca: 695 Oleh 08 Agu 2021Februari 8th, 2022Tidak ada komentar
berita dan artikel 1
#BNN #StopNarkoba #CegahNarkoba

Oleh :
Hairuddin Umaternate dan Herman Oesman*)

“Ini kekeliruan dunia pendidikan kita, yang menganggap mata pelajaran sains lebih penting, dan mendiskriminasi budi pekerti. Akibatnya banyak anak cerdas yang justru terjerumus dalam narkoba, seks bebas, tawuran, dan korupsi ketika dewasa.”
(Seto Mulyadi, Psikolog anak)

Data Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Maluku Utara mencatat tahun 2020 (Januari-Desember) terdapat 34 orang pengguna narkoba dengan rentang usia antara 15-43 tahun. Sebelumnya, tahun 2019, jumlah pengguna sebanyak 40 kasus dengan rentang usia 14 – 40 tahun. Jadi, di tahun 2020, terjadi penurunan kasus pengguna narkoba. Sementara di tahun 2021 (Januari-Agustus), jumlah pengguna narkoba telah berada di angka 21 kasus.yang memprihatinkan, justru usia pengguna yang berada pada rentang 12 – 32 tahun. Dari data yang ada, terutama pengguna narkoba, ada kekhawatiran yang mengintai, pengguna usia muda.

Dalam upaya keras pemerintah dan masyarakat dunia memerangi narkoba, yang tak bisa diabaikan di depan mata, di mana dalam waktu yang sama, seluruh masyarakat dunia juga tengah menghadapi persoalan tak kalah mendesak : berperang melawan pandemi Covid-29. Maka di tengah multi ancaman tersebut dibutuhkan strategi untuk menyelamatkan masyarakat, terutama anak muda di Maluku Utara mendesak untuk dilakukan. Anak muda merupakan cermin besar bagi masyarakat untuk dijadikan sebagai _role model_. Mereka merupakan harapan masa depan. Tatkala seorang anak muda menampilkan etika patologik, tidak sehat, (misalnya pengguna narkoba), kemana harapan besar, cita-cita, dan masa depan harus ditautkan?

Di tengah pandemi yang terus meningkat dan penuh misteri, kehidupan sosial pun mengalami perubahan drastis (disrupsi). Covid-19 hadir dengan membangun realitas baru, jarak sosial. Ada ketidaksetaraan. Yang memiliki penghasilan tetap, tentu akan menikmati keterisolasiannya, sementara yang memiliki penghasilan kecil, isolasi akan membuat mereka makin tertekan. Karena itulah, amat sangat dibutuhkan intervensi sosial atas masyarakat rentan dan terpinggirkan.

Pandemi dan Ancaman Digital

Di tengah pandemi, di mana masing-masing orang “menyelamatkan” dirinya sendiri, “melepaskan” ikatan sosial untuk membuat jarak fisik, tak boleh berkerumun, melakukan abduksi (menjauhi tubuh) orang lain yang terpapar, di mana di antara sesama warga secara tak langsung menegaskan “sikap saling curiga”, tentu tak memungkinkan untuk mengembangkan sikap solidaritas. Situasi tak menentu yang berkejaran dengan penyebaran Covid-19 yang begitu cepat, telah memantik kekhawatiran dan kecemasan masyarakat dalam menghadapi masa depannya. Pada sisi ini, Pemerintah cepat tanggap dan ikut serta secara aktif melaksanakan intervensi, memberikan stimulus pendanaan bagi kelompok masyarakat yang secara ekonomi rentan.

Dampak lain dari kehidupan baru adalah pembatasan aktivitas di luar rumah. Tinggal di rumah, beribadah di rumah, bekerja dari rumah. Memang untuk jangka pendek masih dapat ditolerir, tetapi pada jangka panjang kondisi ini ternyata memberi tekanan yang besar bagi “kebebasan” sebagian orang. Lahirlah stress, galau, dan tindakan negatif lainnya. Pada kasus beberapa daerah, karena tekanan psikologis yang terlalu berlebihan di rumah, narkoba menjadi solusi. Jadilah kemudian paket narkoba dikirim secara online ke rumah. Dan, narkoba pun tetap hidup di era digital.

Secara sosiologis, apa yang tengah dialami warga masyarakat dunia, merupakan suatu pengalaman berharga. Suatu perkembangan yang menurut Anne Kerr (2004) tidak terjadi dalam kekosongan sosial dan budaya. Kehadiran wabah Covid-19, entah dengan asal-usul yang beragam, telah memanfaatkan potensi teknologi. Anne Kerr menjelaskan lebih jauh, bahwa ahli sosial lainnya menyoroti potensi teknologi untuk mengubah hubungan sosial secara luas (Kerr, 2004). Salah satu dampak besar dari perkembangan teknologi dunia digital.

Tak hanya masyarakat perkotaan. Kegilaan pada dunia digital, terutama media sosial telah menjalar hingga ke masyarakat pedesaan, bahkan ke lembaga pemasyarakatan (lapas). Dampak positif dari dunia digital, tentu sudah sama diketahui. Tetapi, ternyata, media digital melalui IT pun menyimpan ancaman yang membahayakan, yakni media digital, IT/HP, dijadikan sebagai pengendali peredaran narkoba ke penjara (lapas/rutan). Dari dalam penjara, para bandar dengan mudahnya menyebarkan narkoba dengan melibatkan petugas lapas.

Perlu Kerja Bersama

Semangat _war on drugs_ (perang melawan narkoba) merupakan suatu terobosan Kepala BNN RI, Petrus Golose. Melalui program : Desa Bersinar (Bersih Narkoba) menuju Indonesia Bersinar (Bersih Narkoba), tentu membutuhkan kerja bersama semua pihak untuk menutup sekaligus memberantas narkoba. Karena itu, sekecil apa pun peluang masuknya narkoba harus dideteksi karena menjadi bagian penting bagi keberhasilan program Indonesia Bersinar.

Untuk itu, era digital sebagai anugerah bagi umat manusia, harus dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi kemaslahatan semua orang. Penjara yang ternyata, bukan zona aman bagi pengguna narkoba, harus dibebaskan dari penggunaan handphone, (hp) atau dibuat zero signal di kawasan seputar penjara. Untuk alasan apapun, termasuk menyewakan hp kepada penghuni lapas, tidak dibenarkan. Tentu ini merupakan langkah yang sangat krusial, tetapi metode dan cara-cara yang lebih canggih harus dilakukan agar narkoba tak dapat masuk. Diperlukan suatu keberanian.

Selain itu, ini juga terkait dengan kesadaran diskursif dari petugas atau oknum yang memiliki otoritas untuk bersama berperang melawan narkoba. Tentu semua ini membutuhkan kesabaran dan perjuangan yang tidak kecil untuk menyelamatkan sebuah masa depan. []

———————
*) Hairuddin Umaternate, Korbid P2M BNNP Maluku Utara
Herman Oesman, Dosen Sosiologi FISIP Universitas Muhammadiyah Maluku Utara

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel